Hidup Harus Dimaknai...

"He tookupon himself, literally and historically, the force and weight of the evil systems of the world, that reveal their evil nature by crushing human beings, human freedom,human love. It is not merely a theological or spiritual truth that Jesus bore the sin of the world: on the first Good Friday, it was politically and historically true. That is why it changed the world" Tom Wright

Kamis, 23 Agustus 2007

Komitmen Air Mata Guru

KOMUNITAS AIR MATA GURU
Denni B. Saragih


Terima kasih buat dukungan, simpati dan doa yang dinaikkan atas perjuangan ini. Dunia memang medan pertarungan kebenaran yang penuh resiko. Semua guru yang tergabung dalam komunitas kita sejak awal telah siap untuk membayar harga atas perjuangan ini. Komunitas ini berdiri atas air mata, dan sadar betul mahalnya harga perjuangan ini sejak awalnya. Ketika ada pihak yang menyatakan motif-motif buruk dibalik perjuangan ini, kita hanya berdiam diri. ketika kita disoraki dalam sidang di bina graha Medan oleh kepala sekolah dan pimpinan yayasan, kami semua mencoba berdiri di atas kebenaran, meski cemooh datang silih berganti. Dalam sebuah acara TV lokal, seorang tokoh menyebut kita BIADAB, kita hanya terpana. Meski tidak balas memaki, kita masih tahu bagaimana menanggapi makian itu dengan cara yang beradab. Ketika banyak orang media, LSM dan pihak lain menanyakan bagaimana kita melindungi diri sendiri, kita menjawab Tuhanlah yang melindungi kita semua. Karena memang inilah keyakinan anggota komunitas ini sejak awalnya. Bukan tidak ada mereka yang mengundurkan diri. Kami tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka. Kebanyakan mereka adalah yang sudah berkeluarga, pegawai negeri dan menjabat kepala sekolah. Memang ketika kekayaan dan milik makin bertambah, semakin sulit hidup oleh hati nurani dan semakin sulit untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya.

Mohon maaf kalau baru sekarang bisa menyapa Saudara sekalian. Mengenai tanggapan soal S2, dukungan dan lain-lain, itu semua kami jadikan informasi yang akan diteruskan kepada guru-guru. Biarlah mereka menentukan masing-masing. Saya tahu betul bahwa tidak satupun dari mereka yang mencari imbalan apapun dalam perjuangan ini. Kebanyakan mereka masih bergaji 500 ribu-1 juta perbulannya. Guru kontrak yang bisa dipecat sewaktu-waktu, guru bantu yang sangat tergantung pada belas kasihan Dinas Pendidikan dan Kepsek, guru honor yang sangat tergantung pada jumlah jam ngajar: posisi sangat lemah. Meski demikian saya kenal betul mereka, tidak akan ada seorangpun yang akan sekolah S2 atau pindah sekolah hanya untuk meraih masa depan. Saya kenal guru-guru ini sebagai orang-orang yang hidup dalam jalan hati nurani, sebuah jalan yang mengikuti jejak langkah Dia Yang Tersalib dan jalan ini memang berdarah.

Dari interaksi di komunitas ini saya menemukan guru-guru yang mencintai anak didik mereka bukan karena imbalan apapun dan yang sangat mengharukan adalah mereka dicintai oleh murid-murid mereka. Hanya atasan yang tidak menyukai kepolosan merekalah yang membenci mereka.

Suatu kali seorang guru bernama Neny Tarigan diminta membuat surat pengunduran diri oleh pimpinan yayasan. Dia lalu membuatnya dan karena polosnya dia menulis bahwa alasan mengundurkan diri adalah karena permintaan ketua yayasan. Dia dianggap licik oleh yayasan dan cerdik oleh media, tetapi saya tahu betul alasannya bukan kedua-duanya. Namun semata-mata karena kepolosan bertutur. Kepolosan seperti ini tidak dipahami oleh dunia ini, tetapi komunitas ini memahaminya. Ini adalah kode etik yang membuat komunitas ini kokoh dan sulit dirubuhkan. tetapi sekaligus sulit dimengerti bahkan oleh mereka yang mendukungnya.

Pro Deo et Patria

Salam Hangat,


Denni B. Saragih

Tidak ada komentar: