Hidup Harus Dimaknai...

"He tookupon himself, literally and historically, the force and weight of the evil systems of the world, that reveal their evil nature by crushing human beings, human freedom,human love. It is not merely a theological or spiritual truth that Jesus bore the sin of the world: on the first Good Friday, it was politically and historically true. That is why it changed the world" Tom Wright

Minggu, 15 Agustus 2010

Mengasihi

I have found the paradox, that if you love until it hurts, there can be no more hurt, only more love.
Mother Teresa

Betapa indah permenungan Mother Theresa. Ia mengajak kita untuk tidak bermimpi hal-hal yang besar. Menurutnya itu mendekati mustahil. Ia memilih untuk melalkukan hal yang kecil dengan cinta yang besar. Ia juga mengajak kita untuk berhenti menghakimi orang lain. Karena bila kita menghakimi orang, kita tidak akan punya waktu untuk mengasihi mereka.

Ketika kita bermimpi untuk menikmati kasih, ia tahu betul bahwa kasih itu tidak selalu nikmat. Kasih itu berarti menderita. Namun justru dalam menderita itulah maka tidak ada lagi derita. Inilah paradoks! hanya dengan merangkul penderitaan dalam kasih, maka sirnalah penderitaan yang ada hanya kasih yang semakin berlimpah.

Keindahan kasih terletak dalam pemahaman yang semakin dalam akan hidup. Karena hidup hanya berarti dalam mengasihi. Memang tidak bisa mengasihi semua, tetapi kita bisa mengasihi bebeapa dengan kasih yang besar.

Rabu, 04 Agustus 2010

Menabur Anugerah

Anugerah itu indah. Seperti secoret warna-warni yang menghiasi guratan hitam putih. Anugerah itu kuat. Ia mampu melembutkan kata-kata yang tajam menjadi senandung keramahan. Anugerah itu hangat. Ia tidak melihat dan menilai anda, ia menyambut dan merangkul anda.

Anugerah itu indah. Lihat si bungsu yang hilang itu. Ia menjual harta papanya, dan berfoya-foya. Ah, sepatutnya ia menderita. Ada yang ingin agar ceritanya berakhir berbeda. Ia mati dipatuk ular, mayatnya terlempar ke parit, dan bangkainya dimakan anjing. Hmm, mungkin cerita seperti itu menampung sebagian rasa keadilan.Tetapi cerita seperti itu keras, kasar dan melukai. Anugerah itu indah. Karena si bungsu itu tidak dihakimi. Ia dirangkul, dicium dan diberi pakaian indah. Betapa indahnya anugerah!

Karena itulah anugerah itu juga kuat, perkasa. Seseorang ngoceh yang menyakiti hati. Anugerah membalasnya dengan keramahan. Ocehan itu berulang lagi, anugerah bertahan dan menanti. Seperti bapa itu menanti anak yang hilang. Ocehan itu tidak lagi sekedar ocehan tetapi sampah kotor yang dibuang di wajah. Wajar sakit hati, wajar ada rasa benci, wajar jika dendam menabur benih. Itu semua manusiawi. Tetapi anugerah cukup perkasa untuk menuliskan semua rasa ini menjadi selantun doa. Karena di altar Tuhan semua bisa berubah menjadi titik air mata, merambat kepada pertobatan dan kesadaran hanya kenangan akan Anugerah, yang akan mengambil semua kekuatan jahat itu dan membalasnya dengan kasih dan penyerahan diri.

karena itupula anugerah itu hangat. Ia merangkul, tidak menolak. Ia mendekat, tidak menjauh. Ia tersenyum, tidak mencibir. Ia menatap dan tidak membuang muka. Ucapan yang kasar membangkitkan amarah. Dan kemarahan seperti sebuah besi yang terbakar, panas dan melukai, tetapi kemudian setelah dingin logam itu menjadi sebentuk pedang yang keras, tajam dan melukai. Anugerah tidaklah seperti sebuah besi. Kemarahan dan rasa tidak suka adalah perasaan manusiawi. Dalam tangan anugerah semua itu menjadi arena. Hanya dalam arena inilah kita mengenal anugerah. Diluar arena ini kita mengenal kasih sayang dan cinta. Cinta berbalasa cinta, kasih sayang berbalas kasih sayang, itu sangat manusiawi. Baik adanya. tetapi anugerah punya arena yang berbeda. Itulah amarah dan benci. Ketika amarah dan benci menguasai, itulah waktunya anugerah berdiri dan berbicara. Menyapa sesama dengan keramahan dan cinta kasih.

Sang Guru berkata, "kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu". Hmm dalam kalimat ini, kita diajak menyelami betapa dalamnya samudera anugerah.

Jumat, 25 September 2009

Penguburan Yang Ditolak Itu!

Jenazah pelaku teroris di hadang masuk ke lokasi penguburan. Ironis, merasa di sambut di langit, namun jasadnya di tolak di bumi. Namun bagaimanapun, mereka adalah manusia. Dan harus dihargai sebagai manusia, meski mereka telah gagal menghargai sebagian manusia lainnya. Yang harus ditolak adalah kebencian dan prasangka yang telah menutup mata mereka. Kebencian dan prasangka yang mungkin benihnya ada dalam hati dan pikiran yang sebagian kita miliki juga.

Mengikuti perjalanan mereka, keluarga mereka, dan latar belakang mereka sungguh membuat saya tertegun. Mereka 'just ordinary common people' seperti anda dan saya. Hanya dalam prosesnya mereka membiarkan sebuah keyakinan, ideologi dan indoktrinasi menjadi kabut yang menutupi akal sehat mereka untuk melihat sesuatu yang mungkin begitu kasat mata bagi kebanyakan orang. Mungkin mereka merasa mereka melihat sesuatu lebih jelas dari kebanyakan kita. Mereka merasa lebih jernih melihat kejahatan, penistaan dan ketidakdilan yang dialami oleh sesuatu yang dipandang mewakili keilahian. Dalam proses waktu mereka mengijinkan keyakinan ini mengkristal sampai menjadi sesuatu yang menutupi nurani dan membenarkan kekejaman kasatmata seperti pemboman dari banyak orang yang tidak berdosa. Termasuk orang-orang kecil dan pinggiran yang secara kebetulan melintasi medan pertempuran yang mereka ciptakan.

Tetapi ketika akhirnya semua berakhir, apa yang tersisa? Kenyataan bahwa kita semua hanyalah manusia. Mereka, anda dan saya. Kita semua rapuh dan lemah. Apakah bom ataupun peluru nan kecil yang menembus daging dan darah ini, maka kita harus menyerahkan kemanusiaan kita, dan menghembuskan nafas yang dititipkan Tuhan kepada kita. Tidak ada lagi keperkasaan itu, tidak ada lagi kehebatan itu, tidak ada lagi kesombongan itu, dan tidak ada lagi semua kesalahan itu. Yang tertinggal adalah sebuah jasad yang meyimpan kenangan dan sejarah dari seorang anak manusia.

Ketika itu terjadi, maka mereka yang ditinggalkanlah yang akan menyentuh dan mengalami segala kenangan dan sejarah itu. Karena itulah menolak jasad itu adalah sebuah penolakan akan kemanusiaan, dari mereka dan dari mereka yang mesih menyimpan sebuah kenangan dan sejarah terhadap tubuh-tubuh tak bernyawa tersebut. Mungkin saat ini kita sebaiknya berdiam dalam kepedihan yang dalam, mengenang betapa kalau kita membiarkan kebencian yang jahat bertumbuh dalam diri kita, maka kekerasan yang ingin kita tentang akan tumbuh dan menarik kita dalam lobang hitam kejahatan dan kebencian yang tidak berdasar. 

Kita harus mengijinkan mayat itu dikebumikan dengan keheningan, dari koran dan media, sembari meratapi kemanusiaan yang telah terjerumus sedemikian jauh. Sementara itu terjadi kita panjatkan doa, kiranya kita tidak akan terjerumus ke dalam kebencian yang sama dengan mereka.

Rabu, 23 September 2009

A Distressing Silent of SBY

Saya tidak tahu bagaimana pandangan dari banyak orang. Tapi kok rasanya Pak SBY cenderung membisu dalam persoalan KPK. Artinya ada momen di mana Pak SBy cukup vokal. Misalnya waktu nama baiknya diserang, yaitu isu dia telah menikah sebelum dengan bu Ani, isu kritik soal kebijakannya oleh capres lain, isu terorisme dan isu lainnya. Tapi dalam masalah KPK kelihatannya begitu sunyi senyap.

Apapun yang menjadi alasan sebenarnya, tetapi tanpa sadar Pak SBY mengirimkan pesan bahwa dalam masalah KPK ini:

1. Polisi tidak melakukan kekeliruan apapun dalam penetapan status dua komisioner KPK

2. Presiden lebih suka mengganti anggota KPK daripada mempercepat proses hukum para komisioner untuk jelas statusnya

3. SBY lebih suka memutuskan sendiri siapa yang menjadi anggota KPK daripada membiarkan proses melalui panitia seleksi dan DPR melakukan pemilihan

4. Presiden tidak memberikan usaha yang berarti untuk menolong KPK mempertahankan kewibawaannya, khususnya terhadap Polri. Beda sekali dengan dulu waktu ada masalah dengan Kehakiman Agung.

5. SBY belum menunjukkan secara proaktif usaha pemberantasan korupsi harus dimuluskan dan diberi ruang gerak yang seluas-luasnya. Semoga ini tidak berarti mempersempit ruang gerak dari pemberantasan korupsi.

SBY yang silent, bagi saya a distressing attitude. Mohon pak SBY melakukan sesuatu untuk mengirimkan pesan yang lebih keras tentang komitmenya dalam pemberantasan korupsi.

Denni B. Saragih

Sabtu, 29 Maret 2008

Artikel Viktor Silaen TTG Pemberantasan Korupsi

Menggempur Korupsi dari Pelbagai Sisi
Oleh Victor Silaen

Batin kita mungkin sudah teramat lelah mengamati sepak-terjang para
koruptor dan dahsyatnya praktik korupsi yang menyebabkan Indonesia hingga kini
masih dikategorikan sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Padahal,
upaya-upaya memerangi korupsi selama ini telah gencar dilakukan oleh
institusi-institusi penegak hukum negara, yang didukung pula oleh pelbagai
lembaga keumatan dan organisasi non-pemerintah yang peduli terhadap ”penyakit
akut” yang terus-menerus menggerogoti sendi-sendi negara ini. Pertanyaannya,
adakah alternatif lain yang harus kita lakukan? Harus disadari bahwa korupsi
tergolong sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sehingga
upaya-upaya memeranginya harus luar biasa pula.
Terkait itu Prof Dr. JE Sahetapy, pakar hukum pidana dari Universitas
Airlangga, Surabaya, mengusulkan perlunya dibuat ketentuan hukum tentang
”pembuktian terbalik” dalam rangka memerangi korupsi (Suara Pembaruan,
17-3-2007). Bukan gagasan yang baru sebenarnya, tapi kita patut mendukungnya
agar gemanya terdengar lebih luas lagi. Sehingga, mudah-mudahan dalam waktu yang
tidak terlalu lama, gagasan ini berkembang menjadi isu politik hingga akhirnya
diagendakan untuk dibahas di DPR. Kalaupun belum berbentuk undang-undang,
menurut Sahetapy, setidaknya Mahkamah Agung dapat segera melakukan asas
pembuktian terbalik ini. ”MA memberlakukan asas ini, tentu melalui
yurisprudensi,” kata dia.
Memang, korupsi yang sudah menjadi wabah akut di negara kleptokrasi --
negara yang dalam praktik penyelenggaraan pemerintahannya ditandai oleh
keserakahan, ketamakan, dan korupsi yang merajalela (Amich Alhumami, 2005) – ini
harus digempur dari pelbagai sisi. Artinya, agar lebih efektif, kita tak bisa
hanya menggantungkan harapan pada lembaga-lembaga penegak hukum yang selama ini
sudah berperan. Untuk itulah perangkat hukum pun harus dilengkapi. ”Saya pikir
dengan kondisi Indonesia yang sudah hancur karena korupsi, maka asas ini sangat
relevan diberlakukan,” kata Sahetapy.
Ia benar. Sebab, bukankah kita kerap terheran-heran menyaksikan begitu
banyaknya aparat pemerintah maupun pejabat negara yang memiliki kekayaan tak
ubahnya pengusaha papan atas? Berapakah gaji mereka per bulan, sehingga harta
mereka begitu berlimpah? Menurut Sahetapy, jika kelak asas pembuktian terbalik
ini diberlakukan, maka orang yang disangka melakukan tindak pidana korupsi
diwajibkan membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan korupsi. Untuk itu tentu
harus dengan bukti hukum yang kuat. ”Saya bersama anggota Komisi Hukum Nasional
sudah bertemu Presiden agar asas pembuktian terbalik ini segera dimasukkan ke
dalam KUHAP,” ujarnya.
Kalau begitu, sekarang kita tinggal menunggu good will dan political will
dari Presiden Yudhoyono. Kita boleh optimistik dalam hal ini, sebab bukankah
sejak awal Yudhoyono telah bertekad kuat untuk memerangi korupsi? Bukankah ia
pernah berjanji di masa kampanyenya sebagai calon presiden dulu, untuk bekerja
siang-malam dan memimpin langsung di garda depan dalam rangka memberantas
korupsi?
Sebagai kepala negara, tak ada salahnya Yudhoyono mengacu pada
pengalaman memerangi korupsi di negara-negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura, dan Hongkong (Cina), yang telah melaksanakan undang-undang khusus
yang mengatur asas pembuktian terbalik itu. Di ketiga negara ini, umumnya orang
takut melakukan korupsi karena sulit sekali menghindarkan diri dari penyidikan
jika benar-benar melakukan korupsi seperti menerima atau memberi suap. Karena si
tersangkalah – bukan pihak kejaksaan -- yang harus membuktikan bahwa dirinya
tidak melakukan tindakan korupsi sebagaimana yang disangkakan kepadanya.
Selain itu, ada beberapa alternatif lainnya. Pertama, mengampanyekan
pernyataan-pernyataan bersubstansi antikorupsi seluas-luasnya (sebagaimana hal
itu telah kita lakukan dalam rangka memerangi narkoba), misalnya dengan memasang
plakat-plakat, spanduk-spanduk, stiker-stiker, dan yang sejenisnya, di
ruang-ruang publik di pelbagai pelosok negeri ini, termasuk di kantor-kantor
pemerintah, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Kedua, menciptakan efek gentar (detterent effect) di masyarakat dengan
cara menayangkan wajah para tersangka koruptor di sejumlah stasiun televisi
pemerintah maupun swasta secara berulang-ulang. Dengan cara itu dimungkinkan
tercapainya dua tujuan: 1) masyarakat dapat berpartisipasi memberikan
informasi-informasi yang terkait dengan para tersangka koruptor itu; 2)
orang-orang yang berniat korupsi niscaya berpikir seribu kali sebelum melakukan
kejahatan itu.
Ketiga, mengimbau masyarakat untuk tidak menaruh respek kepada para
koruptor. Itulah resep yang disampaikan Pascal Couchepin, Konsuler Federal
sekaligus Menteri Dalam Negeri Swiss (Kompas, 29-10-2005). Di negara yang
dikategorikan Transparency International sebagai “bersih dari korupsi” itu,
begitu ada yang korup langsung dimusuhi. Kalau dia pegawai negeri, maka akan
dibenci seluruh rakyat. Untuk menjadikan sebuah negara bersih dari korupsi,
menurut Couchepin, membutuhkan waktu. ”Akan tetapi, suatu hal yang utama adalah
jangan pernah berkompromi menghadapi korupsi dan jadikan korupsi sebagai musuh
bersama,” ujarnya. ”Di Rusia tindakan korupsi kini banyak berkurang, karena para
koruptor langsung dikirim ke Siberia,” katanya lagi.
Senada dengan itu, Mallam Nuhu Ribadu, Ketua Eksekutif Economic and
Financial Crimes Commission (EFCC) Nigeria berkata: “Kita punya masalah sama:
kita cenderung memberi hormat kepada orang-orang yang justru tidak layak
dihormati. Kamu melecehkan dirimu, kamu melecehkan kebijakanmu. Kamu punya
kesempatan yang baik, tapi kamu membuat para pencuri itu tetap jadi pencuri
karena kecenderungan itu. Ini masalah tentang manusia, jadi jangan ada toleransi
bagi para koruptor itu. Bawa mereka ke depan hukum. Di Nigeria, kami menangkap
para koruptor kakap dan ini membuat trickle down effect” (Tempo, 16-9-2007).
Pesan Couchepin dan Ribadu sangatlah jelas. Namun, mudahkah menerapkannya
di Indonesia, itu yang belum jelas. Sebab, bukankah umumnya kita cenderung
menghormati mereka yang kaya-raya, tak hirau kekayaan itu diperoleh dengan
cara-cara yang melawan hukum? Perlu disadari bahwa penghormatan kepada mereka
yang kaya-raya, khususnya yang menjadi hartawan karena korupsi, sebenarnya
semakin mengukuhkan pandangan bahwa korupsi adalah tindakan yang biasa di zaman
edan ini. Atas dasar itulah maka kita pun perlu belajar untuk tidak silau
memandang kekayaan.
Akhirnya, seraya terus berjuang menggempur korupsi dari pelbagai sisi,
ingatlah kalimat bijak Oscar Arias Sanchez, Presiden Costa Rica 1986-1990,
pemenang hadiah Nobel Perdamaian 1987 dan salah seorang anggota pendiri dan
anggota dewan penasihat Transparency International: “Kita sekali-kali jangan
putus-asa dalam upaya menghambat kanker korupsi. Memang, korupsi telah mendunia,
tetapi gelombang pasang tuntutan masyarakat agar diwujudkannya pemerintahan yang
bersih juga telah mendunia.”

* Dosen Fisipol UKI, pengamat sospol.

Jumat, 01 Februari 2008

MPS Tolak Rencana APBD Sumatera Utara

MPS Tolak Rencana APBD Sumatera Utara
Jumat, 1 Februari 2008 | 08:52 WIB

Medan, Kompas - Masyarakat Pendidikan Sumatera Utara menolak Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumut 2008 karena nilainya terlalu rendah. Anggaran itu jauh dari kebutuhan sebenarnya dan melecehkan amanat amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran.

”Kami menolak anggaran pendidikan ini. Ini jelas jauh lebih kecil dari amanat undang-undang. Kami meminta agar ada revisi alokasi anggaran itu,” tutur Koordinator Masyarakat Pendidikan Sumut (MPS) Deni B Saragih, Kamis (31/1), di sela-sela diskusi mengupas anggaran pendidikan APBD Sumut.

Menurut Deni, banyak persoalan pendidikan yang memerlukan perhatian, seperti rehabilitasi sekolah rusak dan perbaikan kesejahteraan guru. Sikap penolakan mula-mula didesakkan oleh pendiri Yayasan Sultan Iskandar Muda, Sofyan Tan. Sofyan menilai, selain kecil, alokasi dana pendidikan banyak yang salah sasaran. Salah satu bentuk kesalahan itu adalah pemberian bantuan ke sekolah.

”Banyak sekolah di pinggiran kota yang belum banyak menikmati bantuan. Bantuan selama ini banyak diterima sekolah yang sudah maju. Bagaimana sekolah yang berbeda sarana pendidikannya melakukan ujian nasional dengan soal yang sama,” kata Sofyan yang juga anggota dewan pendidikan Sumut.

Penolakan serupa didukung oleh anggota DPD asal Sumut, Parlindungan Purba. ”Saya setuju asal penolakan ini lepas dari unsur politik apa pun. Memang anggaran tahun ini banyak tersedot oleh agenda politik. Padahal, anggaran itu mestinya bisa dipakai untuk memperbaiki sekolah rusak, misalnya,” katanya.

Penolakan terhadap APBD diatur dalam mekanisme penyusunan anggaran, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut Elfanda Nanda mengatakan, sebelum disahkan, masyarakat bisa melakukan protes jika komposisi anggaran dinilai tidak berpihak kepada rakyat.

Dia menuturkan, komposisi anggaran pendidikan di APBD Sumut tahun 2008 lebih buruk dari 2007. Tahun ini anggaran bidang pendidikan senilai 3,2 persen dari total anggaran yang ada Rp 3,1 triliun yang setara dengan Rp 102 miliar. Alokasi anggaran ini Rp 25 miliar untuk belanja tidak langsung dan Rp 76 miliar untuk belanja langsung atau belanja publik.

Adapun anggaran Dinas Pendidikan 2007 Rp 91 miliar yang terdiri atas Rp 20 miliar untuk belanja tidak langsung dan Rp 70,9 miliar belanja langsung untuk 10 program. Namun, hanya enam program yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat.

Anggota Panitia Anggaran DPRD Sumut, M Nuh, memahami penolakan masyarakat atas alokasi dana pendidikan. ”Besarnya anggaran pendidikan tergantung dari kemauan politik saja,” katanya. (NDY)

Kamis, 27 September 2007

Perjalanan Mengunjungi Dinas, Sekolah dan DPRD

Aktivitas Staff KAMG

Senin, 10 September 2007
Pergi ke kantor DPRD SU untuk menemui Komisi E-DPRD SU, menanyakan tentang janji Komisi E untuk memfasilitasi pertemuan Tripartit antara KAMG-DPRD SU (Komisi E) dan Pihak Yayasan/Sekolah yang memecat dan mengurangi jam mengajar guru-guru anggota KAMG. Setelah diskusi dengan Pak Timbas (Koordinator Komisi E-DPRD SU), beliau mengatakan bahwa pengaduan KAMG tersebut belum pernah dibicarakan di lingkungan Komisi E dengan alasan anggota Komisi E sedang sibuk, dan beliau tidak berani mengambil langkah sendiri. Beliau hanya bisa menjanjikan bahwa nanti sore (senin, 10 Sept) sekitar jam 2, komisi E akan mengadakan rapat dan kasus KAMG ini akan menjadi salah satu agenda rapat Komisi E.

Selasa, 11 September 2007
Menemui Pak Timbas kembali untuk menanyakan bagaimana hasil rapat yang beliau janjikan. Tapi sangat disayangkan, beliau mengatakan bahwa mereka (komisi E) tidak jadi rapat dengan alasan anggota Komisi E pada tidak datang. Setelah diskusi lagi dengan beliau, beliau menyarankan supaya KAMG juga turun ke tingkatan Daerah/kota yaitu untuk mendesak dinas Daerah/Kota supaya mamfasilitasi KAMG bisa menyelesaikan kasus tersebut dengan jalan damai bersama pihak Yayasan/Sekolah dilingkungan daerah/kota tersebut, sembari juga nanti Komisi E akan tetap mengusahakan supaya tuntutan KAMG (yaitu difasilitas bertemu dengan pihak yayasan/kota) di tingkatan Propinsi tetap dilakukan.
Selain itu beliau juga menyerahkan foto copy tembusan surat edaran (tertanggal 22 Agustus 2007) dari Kadis Pendidikan Propsu ke Kadis pendidikan Daerah/kota yaitu Medan, Langkat, Deli Serdang dan Tebing Tinggi. Surat dari Kadis Propsu tersebut berisi supaya masing-masing Kadis di 4 (empat) daerah/kota tersebut menyelesaikan permasalahan KAMG dengan pendekatan personal dan bersifat persuasif edukatif kepada para kepala sekolah, pimpinan yayasan dan para guru yang bersangkutan untuk menjaga kelancaran proses pembelajaran di sekolah.

Rabu, 12 September 2007
Kami pergi ke kantor Dinas Pendidikan Propsu, untuk menanyakan hasil tindak lanjut dan respon Dinas Pendidikan Daerah/Kota atas surat edaran yang dikeluarkan oleh Kadis Propsu tersebut.
Satpam kantor dinas Propsu yang dilantai satu mengatakan bahwa Kepala Dinas lagi ada urusan luar dan kami disarankan untuk bertemu staff ahlinya saja. Kemudian ketika jumpa dengan Satpam di lantai dua, kami diarahkan untuk bertemu Kepala Tata Usaha saja.
Ketika masuk ke ruangan Tata Usaha, kami dilayani oleh salah seorang pegawai di ruangan tersebut, kemudian kami mengutarakan maksud kedatangan kami dan kamipun menyerahkan foto copy surat edaran dari Kadis tersebut, tetapi beliau mengatakan bahwa KTU lagi ada rapat. dan kami disuruh untuk menunggu. Setelah selesai rapat di ruangan rapat Tata usaha, KTU keluar, tetapi beliau belum bersedia menemuii kami dengan alasan ada rapat lain. Sehingga kamipun pulang tanpa hasil.

Jumat, 14 September 2007
Kembali kami mendatangi kantor tata usaha dinas propsu, dan menjumpai pegawai yang kemarin melayani kami, beliaupun menjumpai KTU dan mengutarakan maksud kedatangan kami. Kemudian beliau mengatakan bahwa KTU belum bersedia untuk ditemui dan KTU melalui beliau hanya menyerahkan hasil dengar pendapat antara Mendiknas dengan Komisi X DPR-RI dan kami disuruh memfoto copy. Kami menjelaskan bahwa itu sudah kami miliki, yang kami minta adalah hasil tindak lanjut surat edaran kadis Propsu. Tetapi pegawai tersebut mengatakan mereka tidak tahu menahu tentang surat tersebut dan kami disuruh untuk menanyakan langsung ke Kadis.
Kemudian kami pergi ke kantor Kadis, tetapi kadis tidak ada di tempat dan akhirnya kami dilayani oleh Staff Ahlinya Kadis. Setelah mengutarakan maksud kedatangan kami, beliau menjawab bahwa surat tersebut belum ada hasil. Beliau mengatakan bahwa karena alasan Otonomi Daerah, Kepala Dinas Propsu tidak mempunyai wewenang yang kuat untuk menekan dinas daerah/kota. Beliau menambahkan bahwa Kadis Propsu melalui surat tersebut hanya bisa menyarankan kadis daerah/kota untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dan daerah/kota bisa sesuka hati mau membalas atau tidak surat edaran tersebut.
Kemudian kami menjelaskan bahwa di point 2b surat tersebut dituliskan bahwa setiap langkah dan strategi yang diambil dinas daerah/kota harus dilaporkan ke Dinas Propsu. Tetapi lagi-lagi beliau mengalaskan Otonomi daerah. Beliau mengatakan dengan adanya Otonomi Daerah, tidak ada kewajiban mutlak daerah/kota untuk membalas atau mengindahkan surat edaran Kadis Propsu tersebut.

Senin, 17 September 2007
Kami kembali menjumpai Pak Timbas untuk mendiskusikan hasil yang kami dapat di kantor Dinas Propsu, sekaligus juga menekankan tuntutan KAMG yang pertama kali yaitu supaya difasilitasi bertemu dengan pihak yayasan/sekolah. Kemudian bapak itu kembali menyarankan supaya kami tetap turun langsung ke dinas daerah/kota sekaligus juga menanyakan tentang surat edaran kadis Propsu itu langsung di daerah. Sewaktu kami nanti turun ke dinas daerah, beliau berjanji akan mengontak anggota DPRD (lewat Fraksi PKS )di daerah yang akan kami kunjungi supaya memfasilitasi kami bertemu dengan kepala Dinas daerah/kota. Dan bapak itu juga menjanjikan tentang tuntutan KAMG ke DPRD SU akan dibicarakan pada rapat Komisi E nanti sore Jam 2.

Selasa. 18 September 2007
Kami menghubungi kembali Pak Timbas, untuk menanyakan hasil rapat Komisi E. Beliau mengatakan bahwa hasil rapat komisi E adalah mereka menyurati Kadis Propsu untuk mempertanyakan hasil tindak lanjut surat edaran Kadis Propsu. Kemudian beliau menjanjinkan kalau surat komisi E tersebut tidak ditanggapi oleh Kadis propsu, maka Komisi E akan memanggil langsung Kadis Propsu. Kemudian kalau kedua cara tersebut tidak membuahkan hasil, maka Komisi E menjanjinkan akan memfasilitasi KAMG untuk bertemu pihak Yayasan/Sekolah.

Rabu, 19 September 2007
Kami pergi ke DPRD Deli Serdang (Fraksi PKS) meminta supaya di fasilitasi bertemu dengan Dinas Pendidikan DS. Tetapi karena ada sedikit Misscomunication antara Pak Timbas dengan dengan Fraksi PKS DS maka kami tidak jadi bisa bertemu dengan Kadis DS.

Senin, 24 September 2007
Kami pergi lagi ke Fraksi PKS DS. Disana kami bertemu dengan Uztad Latief (Ketua Fraksi PKS) dan meminta beliau untuk memfasilitasi kami bertemu dengan Kadis DS. Setelah diskusi sebentar, kemudian beliau membawa kami langsung menuju kantor Dinas Pendidikan DS. Disana kami tidak bertemu dengan Kadis karena sedang ada dinas luar. Maka kami dilayani oleh KTU (Pak Surya). Sesudah mengutarakan maksud kedatangan kami, beliau mengatakan bahwa masalah KAMG ini sudah diusut dan untuk ini sudah dibentuk Tim Khusus yang diketuai oleh pak Zul Syahrizal.
Menurut penuturan Beliau, hasil pengusutan itu dijelaskan bahwa para guru dipecat dan dikurangi jam mengajarnya salah satu alasannya menurut sekolah adalah karena berkurangnya jumlah siswa sehingga sekolahpun harus mengurangi jam mengajar guru. Kemudian kami mengatakan bahwa kekecewaan KAMG selama ini bahwa Dinas Pendidikan hanya mendengarkan apa kata Yayasan/sekolah dan tidak pernah menanyakan KAMG (dalam hal ini guru-guru yang dipecat atau yang dikurangi jam mengajarnya).
Kemudian beliau menyarankan supaya kami membuat surat permohonan resmi dari KAMG berisi harapan KAMG ke Dinas DS dan beliau juga menyarankan kami bertemu langsung dengan ketua tim untuk menanyakan kejelasan hasil investigasi mereka. Beliau juga berjanji akan menyuruh Pak Zul untuk menghubungi kami.

Selasa, 25 September 2007
Bertemu dengan Indira (Bagian Diakonia bidang anak PGI Pusat).

Rabu, 26 September 2007
Sampai hari ini kami tidak pernah dihubungi oleh Pak Zul. Akhirnya kami yang menghubungi Pak Zul lewat nomor HP yang diberikan oleh Pak Surya, tetapi nomor yang diberikan itu tidak aktif-aktif. Setelah sampai di kantor dinas kami telepon kembali beliau tetapi tetap tidak aktif.
Kemudian kami bermaksud menjumpai Pak Surya karena Pak Zul tidak bisa dihubungi. Tetapi menurut pegawai Tata Usaha, Pak Surya sedang ada tamu dan tidak bisa diganggu. Kemudian kami SMS Pak Zul dengan maksud meminta Beliau untuk berkenan menemui kami dan setelah menunggu beberapa lama SMS tersebutpun masuk tetapi tidak ada tanggapan.
Setelah kira-kira jam 11.30 Wib, Pak Surya keluar dan kami menanyakan bagaimana tindak lanjut dari pembicaraan kami tempo hari, tetapi beliau tidak memberi tanggapan apa-apa (mungkin karena kami datang tidak bersama anggota DPRD lagi), dan beliau hanya mengarahkan kami untuk bertemu dengan Pak Zul secara langsung. Kemudian beliau menunjukkan kantornya Pak Zul.
Kemudian kami masuk ke kantor Dikmenjur (Pak Zul sebagai Koordinator), dan disana kami bertemu pegawai Dikmenjur (Mattohir Siregar), dan kami menyatakan bahwa kami ingin bertemu dengan Pak Zul. Tetapi beliau mengatakan bahwa Pak Zul sedang istirahat (tidur) dan tidak bisa diganggu padahal masih pukul 11.30 WIB.
Kami tanyakan kembali berapa lama beliau istirahat, tetapi pegawai tersebut mengatakan tunggu sajalah dulu. Setelah jam 12.00 WIB, kami menanyakan kembali jam berapa biasanya beliau selesai istirahat, tetapi pegawai yang lain (cewek) mengatakan “kan ada waktunya istirahat dan ada waktunya menerima tamu, jadi tunggu sajalah dulu”. Dan mereka mengatakan istirahat biasanya sampai jam 13.00 WIB. Kemudian kami pergi, dan mengatakan bahwa kami akan datang lagi jam 13.00 WIB.
Pukul 13.00 WIB kami datang lagi dan menemui pegawai tersebut, tetapi mereka mengatakan bahwa Pak Zul sudah keluar dan tidak tahu apakah masih kembali atau tidak. “Baru saja kalian pergi, Pak Zul sudah keluar, makanya tadi ditunggu saja” kata pegawai cewek tadi. Padahal mereka yang bilang tadi, bahwa jam istirahat biasanya sampai pukul 13.00 WIB.