Hidup Harus Dimaknai...

"He tookupon himself, literally and historically, the force and weight of the evil systems of the world, that reveal their evil nature by crushing human beings, human freedom,human love. It is not merely a theological or spiritual truth that Jesus bore the sin of the world: on the first Good Friday, it was politically and historically true. That is why it changed the world" Tom Wright

Jumat, 25 September 2009

Penguburan Yang Ditolak Itu!

Jenazah pelaku teroris di hadang masuk ke lokasi penguburan. Ironis, merasa di sambut di langit, namun jasadnya di tolak di bumi. Namun bagaimanapun, mereka adalah manusia. Dan harus dihargai sebagai manusia, meski mereka telah gagal menghargai sebagian manusia lainnya. Yang harus ditolak adalah kebencian dan prasangka yang telah menutup mata mereka. Kebencian dan prasangka yang mungkin benihnya ada dalam hati dan pikiran yang sebagian kita miliki juga.

Mengikuti perjalanan mereka, keluarga mereka, dan latar belakang mereka sungguh membuat saya tertegun. Mereka 'just ordinary common people' seperti anda dan saya. Hanya dalam prosesnya mereka membiarkan sebuah keyakinan, ideologi dan indoktrinasi menjadi kabut yang menutupi akal sehat mereka untuk melihat sesuatu yang mungkin begitu kasat mata bagi kebanyakan orang. Mungkin mereka merasa mereka melihat sesuatu lebih jelas dari kebanyakan kita. Mereka merasa lebih jernih melihat kejahatan, penistaan dan ketidakdilan yang dialami oleh sesuatu yang dipandang mewakili keilahian. Dalam proses waktu mereka mengijinkan keyakinan ini mengkristal sampai menjadi sesuatu yang menutupi nurani dan membenarkan kekejaman kasatmata seperti pemboman dari banyak orang yang tidak berdosa. Termasuk orang-orang kecil dan pinggiran yang secara kebetulan melintasi medan pertempuran yang mereka ciptakan.

Tetapi ketika akhirnya semua berakhir, apa yang tersisa? Kenyataan bahwa kita semua hanyalah manusia. Mereka, anda dan saya. Kita semua rapuh dan lemah. Apakah bom ataupun peluru nan kecil yang menembus daging dan darah ini, maka kita harus menyerahkan kemanusiaan kita, dan menghembuskan nafas yang dititipkan Tuhan kepada kita. Tidak ada lagi keperkasaan itu, tidak ada lagi kehebatan itu, tidak ada lagi kesombongan itu, dan tidak ada lagi semua kesalahan itu. Yang tertinggal adalah sebuah jasad yang meyimpan kenangan dan sejarah dari seorang anak manusia.

Ketika itu terjadi, maka mereka yang ditinggalkanlah yang akan menyentuh dan mengalami segala kenangan dan sejarah itu. Karena itulah menolak jasad itu adalah sebuah penolakan akan kemanusiaan, dari mereka dan dari mereka yang mesih menyimpan sebuah kenangan dan sejarah terhadap tubuh-tubuh tak bernyawa tersebut. Mungkin saat ini kita sebaiknya berdiam dalam kepedihan yang dalam, mengenang betapa kalau kita membiarkan kebencian yang jahat bertumbuh dalam diri kita, maka kekerasan yang ingin kita tentang akan tumbuh dan menarik kita dalam lobang hitam kejahatan dan kebencian yang tidak berdasar. 

Kita harus mengijinkan mayat itu dikebumikan dengan keheningan, dari koran dan media, sembari meratapi kemanusiaan yang telah terjerumus sedemikian jauh. Sementara itu terjadi kita panjatkan doa, kiranya kita tidak akan terjerumus ke dalam kebencian yang sama dengan mereka.

Rabu, 23 September 2009

A Distressing Silent of SBY

Saya tidak tahu bagaimana pandangan dari banyak orang. Tapi kok rasanya Pak SBY cenderung membisu dalam persoalan KPK. Artinya ada momen di mana Pak SBy cukup vokal. Misalnya waktu nama baiknya diserang, yaitu isu dia telah menikah sebelum dengan bu Ani, isu kritik soal kebijakannya oleh capres lain, isu terorisme dan isu lainnya. Tapi dalam masalah KPK kelihatannya begitu sunyi senyap.

Apapun yang menjadi alasan sebenarnya, tetapi tanpa sadar Pak SBY mengirimkan pesan bahwa dalam masalah KPK ini:

1. Polisi tidak melakukan kekeliruan apapun dalam penetapan status dua komisioner KPK

2. Presiden lebih suka mengganti anggota KPK daripada mempercepat proses hukum para komisioner untuk jelas statusnya

3. SBY lebih suka memutuskan sendiri siapa yang menjadi anggota KPK daripada membiarkan proses melalui panitia seleksi dan DPR melakukan pemilihan

4. Presiden tidak memberikan usaha yang berarti untuk menolong KPK mempertahankan kewibawaannya, khususnya terhadap Polri. Beda sekali dengan dulu waktu ada masalah dengan Kehakiman Agung.

5. SBY belum menunjukkan secara proaktif usaha pemberantasan korupsi harus dimuluskan dan diberi ruang gerak yang seluas-luasnya. Semoga ini tidak berarti mempersempit ruang gerak dari pemberantasan korupsi.

SBY yang silent, bagi saya a distressing attitude. Mohon pak SBY melakukan sesuatu untuk mengirimkan pesan yang lebih keras tentang komitmenya dalam pemberantasan korupsi.

Denni B. Saragih