Hidup Harus Dimaknai...

"He tookupon himself, literally and historically, the force and weight of the evil systems of the world, that reveal their evil nature by crushing human beings, human freedom,human love. It is not merely a theological or spiritual truth that Jesus bore the sin of the world: on the first Good Friday, it was politically and historically true. That is why it changed the world" Tom Wright

Minggu, 15 Agustus 2010

Mengasihi

I have found the paradox, that if you love until it hurts, there can be no more hurt, only more love.
Mother Teresa

Betapa indah permenungan Mother Theresa. Ia mengajak kita untuk tidak bermimpi hal-hal yang besar. Menurutnya itu mendekati mustahil. Ia memilih untuk melalkukan hal yang kecil dengan cinta yang besar. Ia juga mengajak kita untuk berhenti menghakimi orang lain. Karena bila kita menghakimi orang, kita tidak akan punya waktu untuk mengasihi mereka.

Ketika kita bermimpi untuk menikmati kasih, ia tahu betul bahwa kasih itu tidak selalu nikmat. Kasih itu berarti menderita. Namun justru dalam menderita itulah maka tidak ada lagi derita. Inilah paradoks! hanya dengan merangkul penderitaan dalam kasih, maka sirnalah penderitaan yang ada hanya kasih yang semakin berlimpah.

Keindahan kasih terletak dalam pemahaman yang semakin dalam akan hidup. Karena hidup hanya berarti dalam mengasihi. Memang tidak bisa mengasihi semua, tetapi kita bisa mengasihi bebeapa dengan kasih yang besar.

Rabu, 04 Agustus 2010

Menabur Anugerah

Anugerah itu indah. Seperti secoret warna-warni yang menghiasi guratan hitam putih. Anugerah itu kuat. Ia mampu melembutkan kata-kata yang tajam menjadi senandung keramahan. Anugerah itu hangat. Ia tidak melihat dan menilai anda, ia menyambut dan merangkul anda.

Anugerah itu indah. Lihat si bungsu yang hilang itu. Ia menjual harta papanya, dan berfoya-foya. Ah, sepatutnya ia menderita. Ada yang ingin agar ceritanya berakhir berbeda. Ia mati dipatuk ular, mayatnya terlempar ke parit, dan bangkainya dimakan anjing. Hmm, mungkin cerita seperti itu menampung sebagian rasa keadilan.Tetapi cerita seperti itu keras, kasar dan melukai. Anugerah itu indah. Karena si bungsu itu tidak dihakimi. Ia dirangkul, dicium dan diberi pakaian indah. Betapa indahnya anugerah!

Karena itulah anugerah itu juga kuat, perkasa. Seseorang ngoceh yang menyakiti hati. Anugerah membalasnya dengan keramahan. Ocehan itu berulang lagi, anugerah bertahan dan menanti. Seperti bapa itu menanti anak yang hilang. Ocehan itu tidak lagi sekedar ocehan tetapi sampah kotor yang dibuang di wajah. Wajar sakit hati, wajar ada rasa benci, wajar jika dendam menabur benih. Itu semua manusiawi. Tetapi anugerah cukup perkasa untuk menuliskan semua rasa ini menjadi selantun doa. Karena di altar Tuhan semua bisa berubah menjadi titik air mata, merambat kepada pertobatan dan kesadaran hanya kenangan akan Anugerah, yang akan mengambil semua kekuatan jahat itu dan membalasnya dengan kasih dan penyerahan diri.

karena itupula anugerah itu hangat. Ia merangkul, tidak menolak. Ia mendekat, tidak menjauh. Ia tersenyum, tidak mencibir. Ia menatap dan tidak membuang muka. Ucapan yang kasar membangkitkan amarah. Dan kemarahan seperti sebuah besi yang terbakar, panas dan melukai, tetapi kemudian setelah dingin logam itu menjadi sebentuk pedang yang keras, tajam dan melukai. Anugerah tidaklah seperti sebuah besi. Kemarahan dan rasa tidak suka adalah perasaan manusiawi. Dalam tangan anugerah semua itu menjadi arena. Hanya dalam arena inilah kita mengenal anugerah. Diluar arena ini kita mengenal kasih sayang dan cinta. Cinta berbalasa cinta, kasih sayang berbalas kasih sayang, itu sangat manusiawi. Baik adanya. tetapi anugerah punya arena yang berbeda. Itulah amarah dan benci. Ketika amarah dan benci menguasai, itulah waktunya anugerah berdiri dan berbicara. Menyapa sesama dengan keramahan dan cinta kasih.

Sang Guru berkata, "kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu". Hmm dalam kalimat ini, kita diajak menyelami betapa dalamnya samudera anugerah.