Jenazah pelaku teroris di hadang masuk ke lokasi penguburan. Ironis, merasa di sambut di langit, namun jasadnya di tolak di bumi. Namun bagaimanapun, mereka adalah manusia. Dan harus dihargai sebagai manusia, meski mereka telah gagal menghargai sebagian manusia lainnya. Yang harus ditolak adalah kebencian dan prasangka yang telah menutup mata mereka. Kebencian dan prasangka yang mungkin benihnya ada dalam hati dan pikiran yang sebagian kita miliki juga.
Mengikuti perjalanan mereka, keluarga mereka, dan latar belakang mereka sungguh membuat saya tertegun. Mereka 'just ordinary common people' seperti anda dan saya. Hanya dalam prosesnya mereka membiarkan sebuah keyakinan, ideologi dan indoktrinasi menjadi kabut yang menutupi akal sehat mereka untuk melihat sesuatu yang mungkin begitu kasat mata bagi kebanyakan orang. Mungkin mereka merasa mereka melihat sesuatu lebih jelas dari kebanyakan kita. Mereka merasa lebih jernih melihat kejahatan, penistaan dan ketidakdilan yang dialami oleh sesuatu yang dipandang mewakili keilahian. Dalam proses waktu mereka mengijinkan keyakinan ini mengkristal sampai menjadi sesuatu yang menutupi nurani dan membenarkan kekejaman kasatmata seperti pemboman dari banyak orang yang tidak berdosa. Termasuk orang-orang kecil dan pinggiran yang secara kebetulan melintasi medan pertempuran yang mereka ciptakan.
Tetapi ketika akhirnya semua berakhir, apa yang tersisa? Kenyataan bahwa kita semua hanyalah manusia. Mereka, anda dan saya. Kita semua rapuh dan lemah. Apakah bom ataupun peluru nan kecil yang menembus daging dan darah ini, maka kita harus menyerahkan kemanusiaan kita, dan menghembuskan nafas yang dititipkan Tuhan kepada kita. Tidak ada lagi keperkasaan itu, tidak ada lagi kehebatan itu, tidak ada lagi kesombongan itu, dan tidak ada lagi semua kesalahan itu. Yang tertinggal adalah sebuah jasad yang meyimpan kenangan dan sejarah dari seorang anak manusia.
Ketika itu terjadi, maka mereka yang ditinggalkanlah yang akan menyentuh dan mengalami segala kenangan dan sejarah itu. Karena itulah menolak jasad itu adalah sebuah penolakan akan kemanusiaan, dari mereka dan dari mereka yang mesih menyimpan sebuah kenangan dan sejarah terhadap tubuh-tubuh tak bernyawa tersebut. Mungkin saat ini kita sebaiknya berdiam dalam kepedihan yang dalam, mengenang betapa kalau kita membiarkan kebencian yang jahat bertumbuh dalam diri kita, maka kekerasan yang ingin kita tentang akan tumbuh dan menarik kita dalam lobang hitam kejahatan dan kebencian yang tidak berdasar.
Kita harus mengijinkan mayat itu dikebumikan dengan keheningan, dari koran dan media, sembari meratapi kemanusiaan yang telah terjerumus sedemikian jauh. Sementara itu terjadi kita panjatkan doa, kiranya kita tidak akan terjerumus ke dalam kebencian yang sama dengan mereka.